Menyajikan Berbagai Berita, Peristiwa dan Informasi di Seputar Kota Kabupaten Blora dan Sekitarnya

Senin, 08 Mei 2017

HTI Dibubarkan Lewat Pengadilan

HTI Dibubarkan Lewat Pengadilan
BUBARKAN HTI: Menkopolhukam Wiranto (tengah) didampingi Mendagri Tjahjo Kumolo, Menkumham Yasonna Laoly dan Kapolri Jenderal Tito Karnavian memberikan keterangan terkait pembubaran Ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) di Gedung Menkopolhukam, Jakarta, Senin (8/5). Suasana kantor DPP Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) di Menteng Dalam, Tebet, Jakarta, Senin (8/5). (Foto : SM))
JAKARTA - Pemerintah mulai merealisasikan rencana pembubaran ormas-ormas yang dinilai radikal dan bertentangan dengan Pancasila. Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) organisasi pertama yang akan dibubarkan.

Namun, langkah itu tak akan dilakukan secara sewenang-wenang. Agar adil, pembubaran HTI bakal dilakukan lewat jalur pengadilan. Hal tersebut dikatakan Menko Polhukam Wiranto dalam konferensi pers di kantornya, Senin (8/5).

“Sebenarnya sudah jelas bahwa kita membubarkan tentu dengan langkah hukum. Karena itu, nanti ada proses peradilan, jadi fair,” ungkap Wiranto. Menurut dia, meski indikasi anti-Pancasila HTI sangat kuat, pemerintah tidak bisa sewenang-wenang membubarkan ormas tersebut. “Pemerintah tidak sewenang-wenang, tetapi tetap bertumpu pada hukum yang berlaku di Indonesia,” tegas Wiranto.

Ia menjelaskan, masyarakat Indonesia sedang berkembang menjadi bangsa yang makmur. Karena itu, pembubaran harus dilakukan untuk mencegah berbagai embrio yang berpotensi mengganggu keamanan negara. Wiranto menyebut HTI akan dibubarkan karena selain anti-Pancasila, juga karena aktivitasnya membahayakan NKRI lantaran menimbulkan benturan di tengah masyarakat.

Di samping itu, sebagai badan hukum, HTI tidak melaksanakan peran positif untuk mengambil bagian dalam proses pembangunan untuk mencapai tujuan nasional. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly menjelaskan, pemerintah memiliki bukti-bukti kuat bahwa HTI menganut paham anti-Pancasila. Namun, dia enggan membeberkan bukti-bukti itu secara terperinci.

Yasonna hanya menyebutkan pembubaran kegiatan HTI di sejumlah daerah, salah satunya di Sentul, Jawa Barat, akhir April lalu. Ketika itu, HTI berencana menggelar Forum Khilafah Internasional di Masjid Azzikra milik Ustadz Arifin Ilham.

Tapi, dibatalkan setelah diprotes oleh Nahdlatul Ulama dan Ansor Bogor. “Langkah hukum harus disesuaikan, kami punya bukti kuat. Pokoknya nanti pasti ada,” ujar Yassona di Kantor Wakil Presiden. Menurutnya, sikap tegas terhadap HTI harus dilakukan sekarang. Jika tidak, ada momentum HTI akan berkembang. Rencana pembubaran itu ditentang keras HTI.

Juru Bicara HTI Ismail Yusanto mengatakan, tuduhan yang dialamatkan pemerintah semena,mena dan tidak berdasar. HTI tidak pernah mendapat surat peringatan dari pemerintah terkait rencana pembubaran tersebut. Karena itu, pihaknya akan mengambil langkah hukum. Rencana pembubaran tak hanya bertentangan dengan undang-undang, namun juga ajaran Islam. ”HTI akan mencermati proses yang dilakukan pemerintah.

Pembubaran tak elok,” kata Ismail dalam jumpa pers di kantor HTI, Jakarta Selatan, kemarin. Dia menegaskan, pihaknya membuka ruang dialog dengan pemerintah. HTI mempertanyakan, mengapa baru sekarang pemerintah mengambil sikap untuk membubarkan organisasi itu. Menurut Ismail, pembubaran dapat dilakukan jika sudah berkekuatan hukum tetap.

”Kalau mereka (pemerintah) ambil langkah hukum, kami juga ambil langkah hukum,” imbuhnya. Rencana pembubaran HTI didukung sejumlah pihak, antara lain Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Gerakan Pemuda Ansor, dan PPP versi Muktamar Pondokgede. Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj mengatakan, ormas radikal sangat berbahaya untuk masa depan Indonesia.

“PBNU mendukung langkah pemerintah membubarkan ormas yang radikal dan menolak Pancasila. NU mendorong kokohnya fondasi keindonesiaan kita, yang harus dijaga oleh ormas-ormas dan komunitas keagamaan dengan membangun jembatan Islam dan Pancasila,” terangnya. Hal senada dikatakan Ketua Umum PP Pagar Nusa NU Nabil Haroen (Gus Nabil).

“Selama ini jelas, para kiai pesantren mengoneksikan nilai-nilai Islam dan kebangsaan. Ini yang harus menjadi teladan sebagai upaya menjaga Indonesia. Nah, HTI itu merusak sistem kebangsaan kita, tidak mengakui Pancasila, namun ingin membuat kacau negara,” jelas Nabil. Ketua Umum PP GP Ansor Yaqut Cholil Quomas (Gus Tutut) menegaskan, langkah pemerintah tepat.

“Kami akan dukung sepenuhnya,” ujarnya. Selanjutnya, kata dia, yang perlu dilakukan adalah pembersihan birokrasi dan aparatur negara dari anasir-anasir HTI dan kelompok anti-NKRI yang lain. Ketua Umum PPP versi Muktamar Pondokgede M Romahurmuziy menyatakan hal yang sama. Ia yakin pemerintah sudah mempertimbangkan hal itu masak-masak.

Berlebihan

Sebaliknya, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menganggap pemerintah berlebihan. Sebab, yang disuarakan HTI sebatas pemikiran yang bisa diperdebatkan.

“Seharusnya pemerintah tenang saja. Pemerintah harus membuat diskusi publik tentang pro-kontra yang ada. Saya sendiri punya perbedaan pendapat dengan HTI. Biarkanlah itu menjadi perdebatan, terjadi tarik menarik, dan bagian dari dinamika masyarakat,” paparnya. Fahri menilai pemikiran HTI yang sering mereka suarakan hanya khayalan.

Menurut dia, di Indonesia yang demokratis ini, semua orang punya hak berkhayal. Ketua Badan Pengurus Setara Institute Hendardi menilai, rencana pembubaran HTI harus diikuti dengan langkah-langkah sebagaimana diatur dalam UU 17/2013 tentang Ormas.

“Yaitu memberi peringatan 1 sampai 3, pembekuan sementara, termasuk bersama Polri menyusun argumentasi berdasarkan fakta-fakta yang menjadi dalil pembubaran. Jika langkah administratif itu sudah ditempuh, maka langkah yudisial bisa segera disusun dan dimulai,” kata Hendardi.

Usul pembubaran diajukan oleh Kejaksaan Agung atas permintaan Kementerian Hukum dan HAM, lalu pengadilan negeri akan memeriksa. Jika pengadilan meluluskan permintaan pemerintah, HTI bisa menolak dan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Mantan Ketua Panitia Khusus (Pansus) RUU Ormas Abdul Malik Haramain mengingatkan, selama belum ada putusan pengadilan, HTI masih tetap ada.

Di Bandung, Ketua Pusat Studi Politik dan Keamanan (PSPK) Universitas Padjadjaran Muradi menilai HTI perlu diberi semacam hak jawab pada proses peradilan yang terbuka. Proses itu penting agar pemerintah tetap menghormati hak publik dalam berserikat.

Dalam kaitan itu, langkah berikutnya yang dapat ditempuh pemerintah adalah meninjau sejumlah lembaga yang didirikan dengan basis ideologi yang anti-Pancasila dan meresahkan serta memecah persatuan masyarakat. (sm/cnn)

Share:

0 komentar:

Posting Komentar

SUARA BLORA MENYAJIKAN INFORMASI BERITA PERISTIWA SEPUTAR WILAYAH KOTA BLORA DAN SEKITARNYA

Sponsor