Menyajikan Berbagai Berita, Peristiwa dan Informasi di Seputar Kota Kabupaten Blora dan Sekitarnya

Minggu, 02 Desember 2018

Presiden Jokowi Pasang Listrik Gratis untuk Keluarga Tak Mampu

Ilustrasi Listrik
Jakarta, SUARA BLORA ~ Presiden Jokowi terjun langsung memasang instalasi listrik gratis untuk keluarga tidak mampu di pemukiman warga Kelurahan Bantarjati, Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor.
Dari Istana Kepresidenan Bogor, Presiden menuju lokasi dengan bersepeda. Sepanjang perjalanan, Kepala Negara menyapa warga yang tengah berolahraga pagi dan beraktifitas di area car free day (CFD).
Presiden kemudian menuju rumah-rumah warga dengan berjalan menyusuri gang.
"Ingin saya sampaikan bahwa di Provinsi Jawa Barat ini ada kurang lebih 200-an ribu rumah yang belum ada listriknya," ujar Presiden sebagaimana disampaikan Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden Bey Machmudin.

Selama ini, untuk memenuhi kebutuhan penerangan sehari-hari, ratusan ribu rumah tersebut melakukan penyambungan listrik ke instalasi tetangga sekitar yang telah memiliki sambungan listrik.
"Ada yang memang belum ada listriknya, ada yang sudah ada listrik tetapi nyambung dengan tetangga atau dengan orang tua. Nah sekarang kita sambung secara mandiri," kata Presiden.
Pada umumnya, mereka mengeluarkan dana kurang lebih Rp 50 ribu hingga Rp 60 ribu per bulan untuk mendapatkan sambungan listrik dari tetangga.
"Sekarang kita sambung secara mandiri. Itu lebih murah dari data yang kita terima. Biasanya per bulan bayar bisa Rp 50 ribu sampai Rp 60 ribu. Setelah sendiri seperti ini bayar kurang lebih Rp 25 ribu sampai Rp 30 ribu," kata Presiden.
Selama ini banyak warga yang merasa kesulitan untuk melakukan penyambungan listrik mandiri secara resmi melalui PLN. Biaya penyambungan standar merupakan kendala utama yang mereka hadapi.
Share:

Sabtu, 01 Desember 2018

Expo UKM Score Plus Diharapkan Jadi Agenda Tahunan

Wakil Bupati Blora H. Arief Rohman, M.Si bersama peserta Expo UKM


Blora, SUARA BLORA PT. HM Sampoerna bekerja sama dengan Business & Eksport Development Organization (BEDO) menyelenggarakan Expo UKM Score Plus. Acara dibuka langsung oleh Wakil Bupati Blora H. Arief Rohman, M.Si mewakili Bupati Djoko Nugroho, dengan ditandai pemukulan gong.

Expo UKM Score Plus berlangsung tanggal 1 dan 2 Desember 2018 di depan gedung Sasana Bhakti dan Utara Alun-Alun. Dikuti 61 peserta dari Kabupaten Blora dan Rembang. Adapun produk yang dipamerkan yakni makanan olahan, kerajinan dan handycraft.

Wakil Bupati berharap agar acara yang sama ke depan bisa diagendakan dalam rangkaian Hari jadi Kabupaten Blora.

“Jika UKM didampingi, maka punya kemampuan untuk berkembang. Mulai dari produksi, pemasaran hingga permodalan. Ke depan diharapkan acara ini bisa dipatenkan sebagai agenda tahunan di bulan Desember, dirangkaikan Hari Jadi Kabupaten Blora,” kata Wakil Bupati, di Blora, Sabtu (1/12/2018).

Sehingga, lanjut Wakil Bupati, waktu penyelenggaraannya tidak hanya dua hari saja, melainkan bisa tiga hingga empat hari.

Ketua panitia penyelengggara Ahmad Murdani dalam laporannya antara lain menyampaikan peserta terdiri dari sejumlah claster, yaitu produk makanan olahan, kerajinan dan handycraft.

“Jadi jumlah peserta ada 61, dari Kabupaten Blora dan Kabupaten Rembang. UKM keduanya terus kami support,” jelasnya.

Dikatakannya, pada acara yang sama tahun depan, Kabupaten Blora diharapkan bisa menjadi tuan rumah penyelenggaran dari 11 Kabupaten.

Di tempat yang sama Kukuh Dwi Kristianto, Regional Relation dan Corporate Social Responcibilty (RRCRS) Executive PT HM Sampoerna, Tbk, antara lain mengemukakan tembakau dari kabupaten Blora merupakan salah satu bahan baku yang digunakan untuk produknya.

“Blora sangat luar biasa, kami akan lakukan terus pemberdayaan dengan pelaku UKM, sehingga Blora punya produk unggulan di tingkat internasional maupun nasional,” ujarnya.

Hadir pada acara, di antaranya Asisten II Setda Blora H. Slamet Pamuji, SH, M.Hum, Kepala Bidang Iformasi dan Komunikasi Publik (IKP) Dinkominfo Kabupaten Blora Ignatius Ary Susanto mewakili Kadinkominfo dan pengurus Dekranasda Kabupaten Blora.

Usai acara seremonial, Wakil Bupati Blora Arief Rohman dan sejumlah undangan, meninjau satu persatu stand expo.

“Meski hanya dua hari waktunya, kami minta ini digencarkan sosialisasinya, agar banyak warga yang datang berkunjung dan membeli produknya,” ujarnya. (SUARA BLORA)
Share:

Minggu, 18 November 2018

Revolusi Kelor dari Blora

Jumiati (38), warga Desa Ngawenombo, Blora, Jawa Tengah, Minggu (18/11/2018), memetik daun kelor yang ia tanam di tepi jalan depan rumahnya.
BLORA, SUARA BLORA ~ Jumiati (38), warga Desa Ngawenombo, Blora, Jawa Tengah, Minggu (18/11/2018), memetik daun kelor yang ia tanam di tepi jalan depan rumahnya. Warga di tepi hutan jati kini terbiasa mengonsumsi tanaman kelor yang ternyata kaya nutrisi dan mudah mengolahnya. Sumi dan sejumlah warga mengolah kelor menjadi dodol untuk dijual ke pasar maupun lewat pemasaran daring. Berkat kelor, warga mendapat tambahan penghasilan. Selain itu, anak-anak dan orangtua bertambah sehat.

Jumiati (38), warga Desa Ngawenombo, Kecamatan Kunduran, Kabupaten Blora, Jawa Tengah, dua tahun terakhir tak lagi hanya mengandalkan singkong dan jagung untuk memenuhi asupan nutrisi keluarga. Dia kini mengolah tanaman kelor (Moringa oleifera).

”Saya mencampur daun kelor dengan sayur bayam atau sayur pepaya. Setelah mengonsumsi kelor, saya dan keluarga jadi jarang sakit,” ujar ibu satu anak itu, Minggu (18/11/2018).

Desa Ngawenombo bukan desa maju. Seperti kebanyakan perkampungan di tepian hutan jati Blora, warga mengandalkan pertanian palawija, di antaranya jagung, singkong, dan kedelai. Hasilnya pun pas-pasan. Oleh karena tidak ada jaringan irigasi besar, sawah padi sangat sedikit.

Infrastruktur yang buruk menyebabkan desa yang terletak sekitar 45 kilometer barat laut pusat kota Blora tersebut relatif terkucil. Apalagi, dari desa tetangga terdekat, Kedungwaru, hanya terhubung jalan tanah membelah hutan lebat sepanjang 2,5 kilometer. Saat hujan turun, jalanan menjadi becek dan berlumpur. Kendaraan bermotor susah lewat.

Sugianto (38), warga Ngawenombo lain, menuturkan, sebagian besar warga merupakan buruh tani ladang jagung berpenghasilan Rp 1 juta setahun. Kecukupan gizi menjadi masalah utama. Jauh dari pasar, warga sulit mengakses bahan makanan berkualitas, seperti wortel, telur, dan daging ayam. Jika ada, tiada uang untuk membeli.

Hal ini diakui Masrukin, Kepala Desa Ngawenombo. Padahal, dari 1.600 penduduk desa, sekitar 40 persen merupakan anak-anak dan orang muda yang perlu gizi tinggi. ”Program peningkatan nutrisi untuk masyarakat kurang mampu belum terprogram,” ujarnya.

Sebagian warga memelihara ayam. Bukan untuk persediaan pangan, melainkan sebagai tabungan untuk dijual saat butuh uang. Hampir 60 persen rumah warga berlantai tanah.

”Warga sakit pun hanya diobati secara tradisional. Sebab, kami jauh dari puskesmas. Untuk ke puskesmas yang berjarak lebih dari 5 kilometer, jalannya berlumpur. Warga hanya bisa pasrah,” kata Agus, warga lain.

Revolusi Nutrisi

Namun, semua berubah berkat tanaman kelor yang dikenalkan Aa Dudi Krisnadi dan Moringa Organik Indonesia (MOI). Warga tak hanya diajari menanam, tetapi juga mengolah makanan berbahan dasar daun kelor. Kini, warga mempunyai sedikitnya 2-5 pohon kelor di pelataran rumah. Menurut Masrukin, setelah dua tahun, daun kelor menjadi makanan berkhasiat menjaga kebugaran warga.

MOI merupakan rumah konservasi yang didirikan Aa Dudi Krisnadi, penggiat tanaman kelor dengan pengalaman lebih dari 15 tahun di Nusa Tenggara Timur (NTT). Dudi sudah 10 tahun tinggal di Kunduran, Blora, tempat asal Titik, istrinya.

Ditemui di Pusat Pemberdayaan Kelor di Ngawenombo, yang dinamakan Rumah Revolusi Nutrisi, Dudi menyatakan, ingin kelor menjadi media pemberdayaan masyarakat desa tepi hutan sekaligus meningkatkan nutrisi warga desa secara mandiri dan murah.

”Tanaman kelor, terutama daun, biji, dan bunga, mengandung 18 elemen asam amino yang diperlukan untuk membangun tubuh sehat dan kuat. Kandungan asam amino pada kelor paling tinggi dibandingkan sumber makanan lain. Hal itu terbukti dalam program nutrisi kelor di kawasan Afrika dan di NTT,” ujar Dudi yang berasal dari Pangandaran, Jawa Barat.

Setelah tinggal di Blora, banyak relasi, terutama dari luar negeri, mengunjungi dia. ”Setiap berkunjung, mereka bertanya, kok tidak punya kebun kelor di Kunduran. Itu yang bikin saya risih dan terpacu mengembangkan kebun di sini,” katanya.

Pada 2015, Dudi merintis kampung konservasi kelor. Desa Ngawenombo dipilih setelah bertemu dengan Agus, pemilik kebun yang juga bersemangat membuka perkebunan kelor. Kebun itu berada di tengah hutan, berdampingan dengan hutan jati dan ladang tebu.

Selain kebun kelor seluas 3 hektar, mereka juga mengembangkan Rumah Revolusi Nutrisi MOI di lahan seluas 1,5 hektar. Di rumah MOI, warga, termasuk para tamu, diajak mengenal kelor. Mereka diajari mulai dari pengolahan lahan, pembibitan, perawatan, hingga cara pemanenan dan pengolahan secara rinci.

Sejak 2015, lahan singkong di belakang permukiman warga berubah menjadi perkebunan kelor. Pohon dibuat pendek, setinggi 1 meter dari aslinya yang bisa mencapai 5 meter-6 meter. Hal itu memudahkan saat memanen. Sekali pemetikan melibatkan lebih dari 60 warga yang masing-masing bisa mendapat upah hingga Rp 1 juta.

Kandungan nutrisi kelor hasil panen kebun di Blora mampu mengungguli produk serupa di NTT. Struktur unsur hara di Ngawenombo sangat baik untuk pertumbuhan kelor.

Manfaat Ekonomi

Manajer Kebun Kelor Desa Ngawenombo Bambang Purwanto menuturkan, selain nutrisi, warga diharapkan mendapat penghasilan tambahan dari olahan kelor. Mereka diajari mengolah kelor untuk berbagai campuran makanan, seperti dodol kelor dan brem, hingga minyak kelor untuk keperluan kosmetik.

”Warga juga diajari membuat pupuk dan pakan ternak untuk kambing, sapi, dan ayam. Pupuk dari bahan kelor sangat baik untuk sayuran maupun palawija,” ujar Bambang.

Ibu Wiwik, misalnya, mengaku setiap panen bisa membuat 6 kilogram-10 kilogram dodol kelor. Selain dikonsumsi sendiri, dodol kelor juga dijual ke pasar tradisional di Kunduran dan Tondanan. Bahkan, kini juga lewat pemasaran dalam jaringan (daring). ”Dari usaha dodol, ada tambahan penghasilan Rp 600.000,-/hari” ujarnya.



Nilai ekonomi kelor cukup besar. Daun yang diolah menjadi serbuk dihargai Rp 2 juta per kilogram. Minyak hasil olahan biji kelor laku Rp 2,5 juta per liter. Pengolah juga tidak repot karena pembeli datang sendiri, termasuk pemasaran daring.

Yang membanggakan warga, Ngawenombo yang dulu sunyi kini ramai dikunjungi. Bukan hanya dari Indonesia, melainkan juga dari Jerman, Israel, Haiti, Malaysia, Perancis, Yaman, Qatar, Kanada, Amerika Serikat, Belgia, dan Australia.

Layaknya peribahasa, dunia tak selebar daun kelor. Bagi warga Ngawenombo, kelor benar-benar memberikan harapan baru, dunia dengan banyak kesempatan baru bagi yang ingin terus berusaha dan pantang menyerah.
Share:

Dudi Krisnadi dan Revolusi Kelor

Dudi Krisnadi Pemilik Moringa Organik Indonesia, Blora
Blora, SUARA BLORA ~ Resah melihat potensi orang muda desa-desa tepian hutan di Kabupaten Blora, Jawa Tengah yang kurang gizi, Dudi Krisnadi tergerak. Lewat daun kelor, dia tak saja menambah asupan nutrisi warga, tetapi turut membuka ketertinggalan mereka dari dunia luar.

“Bila memikirkan masa depan Indonesia, muncul kegelisahan saat melihat potensi hebat anak-anak muda desa di tepi hutan. Banyak dari tunas-tunas muda itu kekurangan gizi dan nutrisi,” tutur Dudi, pendiri Kampung Konservasi Kelor Desa Ngawenombo, Kecamatan Kunduran, Kabupaten Blora, Jawa Tengah, ditemui Minggu (18/11/2018).

Dudi berkaca pada data statistik yang menyebutkan bakal terjadi bonus demografi pada 2035 yang memungkinkan sekitar 70 persen warga Indonesia saat itu didominasi generasi muda. Untuk itu, generasi muda bangsa, harus kuat, sehat, tidak mudah sakit, dan terhindar dari stunting sehingga mampu bersaing dengan bangsa lain.

Kegelisahan Dudi dimulai sejak 2005 saat menjadi pemerhati dan pemberdaya warga desa tepi hutan. Saat itu, dia ikut melakukan survei di sekitar 6.000 desa-desa tepi hutan di Jawa dan Madura. Sebagian besar warganya hidup memprihatinkan, tak punya lahan luas, dengan pilihan tanaman pangan terbatas.

Kekurangan gizi terjadi akibat kemiskinan. Masa depan mereka bergantung ketersediaan nutrisi serta makanan bergizi yang mudah terjangkau dan murah

Mereka menumpang bertani di lahan milik Perhutani. Jauh dari sumber irigasi besar, menyebabkan petani desa hutan hanya menanam jagung, kedelai, dan sayuran. Infrastruktur desa pun minim, akses jalan terbatas dan pusat kesehatan jauh.

“Kekurangan gizi terjadi akibat kemiskinan. Masa depan mereka bergantung ketersediaan nutrisi serta makanan bergizi yang mudah terjangkau dan murah,” ujar Dudi.

Dudi Krisnadi Perintis Kampung Konservasi Kelor Desa Ngawenombo, Kecamatan Kunduran, Kabupaten Blora, Jawa Tengah.

Beruntung, Dudi pernah menjadi pengurus International Association Agricultura Student (IAAS) Region Asia Pasifik, 1993-1994. Kegiatannya, salah satunya peningkatan nutrisi melalui potensi tanaman lokal. Pada kasus kelaparan di Afrika, masyarakat di sana dapat diselamatkan lewat penyebaran produk berbahan baku daun kelor (Moringa oleifera).

Disponsori badan kesehatan dunia (World Health Organization/WHO) dan organisasi pangan dunia (Food and Agricultura Organization/FAO) dan lainnya, kampanye kelor jadi senjata ampuh meningkatkan kecukupan nutrisi penduduk negara miskin.

Sekitar 2001, kampanye kelor sampai ke Tanah Air, tepatnya di Nusa Tenggara Timur (NTT). Selama 15 tahun, Dudi ikut mengembangkan penanaman puluhan ribu hektar pohon kelor. Kelor menjadi tanaman ampuh membantu warga, tak hanya NTT tetapi juga di daerah miskin lainnya.

“Tanaman kelor dapat dimanfaatkan mulai dari biji, daun hingga bunganya. Kelor itu bukan obat, namun digolongkan sebagai bahan suplemen untuk tambahan nutrisi,” ujar Dudi.

Menepis unsur mistis

Kehadiran Dudi di Blora, dimulai sejak 10 tahun lalu, saat menikah dengan Titik, warga Kunduran. Dia kerap tinggal lama di kampung istrinya. “Banyak relasi menanyakan apa ada kebun kelor di Kunduran. Itu membuat saya terusik,” ujar Dudi.

Akhirnya, pada 2015, dia bekerja sama dengan Agus, seorang juragan pemilik kebun tebu di Desa Ngawenombo, daerah pelosok berjarak 7 kilometer dari pusat kecamatan Kunduran. Desa itu terletak di tepi hutan jati.

Kalau ada orang kesurupan atau maling yang kebal, biasanya pulih atau ilmu hitamnya rontok setelah disabeti tubuhnya pakai pohon kelor

Akhirnya, di lahan seluas 3 hektar bekas lahan tebu, Dudi dan pekerjanya merintis kebun kelor. Pada awalnya, warga menentangnya. Warga sekitar kebun hingga sejumlah perangkat desa, marah dan mengusirnya. Pernah, suatu kali, tanaman kelor yang sudah mekar di tengah perkebunan tebu, dicabuti. Usut punya usut ternyata kelor turun temurun dianggap mistis dan tanaman pengusir setan.

“Jadi, kalau ada orang kesurupan atau maling yang kebal, biasanya pulih atau ilmu hitamnya rontok setelah disabeti tubuhnya pakai pohon kelor,” cetus Dudi.

Akhirnya, dibantu beberapa relasi Dudi dari luar negeri, secara bertahap, warga Ngawenombo bisa menerima pengembangan tanaman kelor di desa mereka. Hingga kini, telah tertanam lebih dari 70.000 pohon. Pohon kelor sengaja dibuat bonsai, setinggi hanya 1,5 meter dan daun-daunnya dipotong rata sehingga dari jauh mirip perkebunan teh.

Setelah usianya dua tahun, kelor bisa dipanen. Setiap panen, Dudi melibatkan lebih dari 50 warga sekitar dengan total upah petik mencapai Rp 60 juta. Dia mengajari cara pengolahan, penanganan, dan mengedukasi pemanfaatan daun kelor untuk menambah gizi dan nutrisi keluarga.

Dudi juga membagikan bibit kelor ke warga, supaya bisa ditanam di rumah masing-masing sehingga bisa memanen untuk konsumsi harian.

Revolusi kelor

Kampung Konservasi Kelor di Ngawenombo, menjadi tonggak bagi Dudi memulai revolusi nutrisi murah dan terjangkau. Kampung itu diberi semboyan, “Kelor, The Spirit of Blora”. Di kompleks itu, Dudi juga membangun Puri Kelor Indonesia bernama Kelorina sebagai pusat pendidikan dan pelatihan kelor.

Dudi Krisnadi merintis perkebunan kelor di Desa Ngawenombo, Kecamatan Kunduran, Kabupaten Blora, Jawa Tengah.
Dia juga membangun Laboratorium Moringa at Fertilezer, untuk pembelajaran pupuk organik dari kelor, berikut kebun percontohan tanaman holtikulutra yang berkembang dari hasil pupuk organik kelor.

Melalui unit usaha PT Moringa Organik Indonesia, daun kelor dari kebun di Ngawenombo, diolah menjadi serbuk dan juga minyak. Produk olahan berbahan kelor itu sepenuhnya digarap oleh pekerja, warga setempat, yang sudah mendapat pelatihan.

Kampung Konservasi Kelor juga membuka peluang bagi kalangan umum untuk belajar pengolahan kelor. Peserta pelatihan mulai dari perorangan hingga rombongan. Peserta dari luar kota, disediakan rumah inap (homestay). Perlahan, kelor juga menjadi daya tarik wisata desa. Tak hanya domestik, pengunjung dari luar negeri tercatat sudah berasal dari 13 negara, di antaranya Israel, Haiti, dan Amerika Serikat. Pengunjung yang datang ke Puri Kelorina, selain belajar seluk-beluk tanaman kelor, juga bisa menikmati hidangan makanan berbahan kelor yang menjadi menu wajibnya.

Di Laboratorium Moringa, pengolahan kelor terus dikembangkan. Tak hanya daun yang diolah, biji dan bunga mulai dimanfaatkan untuk bahan komestik dalam bentuk krim, sabun, parfum, hingga pomade.

Ibu-ibu setempat dilatih membuat aneka makanan seperti dodol, puding, cincau, es krim, ekstrak, dan serbuk kelor. Mereka yang mahir membuat dodol kelor, memperoleh tambahan penghasilan antara Rp 500.000 dan Rp 1 juta per bulan.

Warga Ngawenombo kini bangga, desa mereka berperan dalam peningkatan gizi masyarakat. Kelor telah mengangkat peradaban desa di tepian hutan jati tersebut.


Dudi Krisnadi
Lahir: Pengandaran, 15 Maret 1969
Istri: Titik Marwiyah
Pendidikan: Sarjana Agronomi, Fakultas. Pertanian Universitas Siliwangi, Tasikmalaya

Aktivitas :
– Pemilik Moringa Organik Indonesia, Blora
– Pemerhati Masyarakat Desa Hutan
– Pendiri Taruna Desa Hutan Indonesia
– Pendiri Kampung Konservasi Kelor di Ngawenombo, Blora
Share:

Sabtu, 17 November 2018

Brem Kelor Siap Ekspor ke Afrika Selatan

Pemilik Moringa Organik Indonesia di Desa Ngawenombo, Blora, Jawa Tengah, Aa Dudi Krisnadi di samping sejumlah produk olahan dari tanaman kelor, Minggu (18/11)(SuaraBlora.site)



Blora, SUARA BLORA ~ Diversifikasi makanan bergizi berbahan kelor (Moringa oleifera), tengah naik daun. Berbagai makanan olahan berbahan daun kelor dari Kabupaten Blora, Jawa Tengah, bahkan telah diekspor ke sejumlah negara. Bahkan, dalam waktu dekat, brem kelor akan diekspor ke Afrika Selatan.

Pemilik Moringa Organik (MOI) Indonesia, Aa Dudi Krisnadi, Minggu (18/11) saat ditemui di Kampung Konservasi Kelor di Desa Ngawenombo, Kecamatan Kunduran, Kabupaten Blora, Jawa Tengah, menyebutkan, ekspor brem berbahan kelor itu sebanyak satu kontainer.

“Brem kelor bagian dari puluhan produk yang dihasilkan oleh Moringa Organik Indonesia. Bahan kelor tak hanya berasal dari perkebunan kelor di Ngawenombo tetapi juga bahan kelor diambilkan dari kebun di Magetan Jawa Timur,” ujar Dudi Krisnadi, pria kelahiran Pangandaran, Jawa Barat yang membangun MOI sejak 2015 di Kabupaten Blora.

Menurut Dudi Krisnadi, brem kelor menjadi produk terakhir yang sudah diekspor. Di bawah binaan lembaga mitra dari Jerman, produk tanaman kelor, khususnya dari pengolahan daun, sudah banyak yang diekspor ke luar negeri seperti Jerman, Timur Tengah, Afrika dan negara-negara Asia Tenggara.

Demplot rumah hijau untuk pengembangan holtikultura di pertanian hidroponik dengan pupuk organik kelor milik Moringa Organik Indonesia, yang dikembangkan Dudi Krisnadi, Minggu (18/11).
Dudi mengaku, selama ini dirinya memang berkecimpung dalam pengembangan budidaya kelor di Nusa Tenggara Timur (NTT) sejak 2001. Hal itu seiring hasil penelitian sejumlah lembaga dunia yang berkecimpungan dalam bidang kesehatan dan peningkatan sumber daya manusia yakni Food and Agricultura Organization (FAO) untuk bidang pangan, dan World Health Organization (WHO). Kelor ternyata mampu menyelamatkan kehidupan banyak orang Afrika dari kekurangan gizi.

Kelor mengandung 18 macam asam amino, untuk mempercepat pemulihan dan membangun tubuh yang sehat dan memiliki daya tahan. Hal ini cocok sebagai makanan kaya nutrisi untuk warga miskin. Hasil kelor dengan kandungan terbaik saat ini baru dihasilkan dari kebun di daerah Blora.

Manager kebun tanaman kelor di Desa Ngawenombo, Blora, Jateng, Bambang Heru di tengah sebagian lahan kelor seluas 3 hektar

Di Desa Ngawenombo ini, Dudi Krisnadi bekerjasama dengan Bambang Heru dan Agus, seorang pengusaha lokal mengembangkan tanaman kelor di lahan yang berada di tengah kawasan hutan jati dengan luas lahan tiga hektar. Untuk menampung hasil panen daun kelor itu, tersedia dua unit mesin pengering berkapasitas 200 kilogram. Hasil daun kelor yang kering kemudian diolah berbagai macam produk mulai dari coklat, brem, minyak untuk bahan kosmetik sampai pupuk organik. Produk kelor dari desa ini diolah untuk kategori food (makanan), feed (pangan), dan fertilizer (pupuk).

Tanaman kelor bisa dipanen sepanjang tahun. Setiap kali panen melibatkan lebih dari 50 warga desa, terutama kaum perempuan sebagai bagian upaya pemberdayaan warga setempat. Warga desa yang tinggal di kawasan tepi hutan itu juga diajari cara mengolah kelor untuk makanan maupun bahan pangan seperti dodol, brem, dan coklat.


Aneka produk hasil olahan Moringa Organik Indonesia, yang kini mendunia karena kerap jadi obyek studi peminat tanaman kelor dari luar negeri maupun dalam negeri.
Salah satu manager lapangan di perkebunan kelor MOI, Bambang Heru mengemukakan, tanaman kelor yang dikembangkan telah diatur dan dibonsai sehingga pohonnya tidak tinggi. Rata-rata hanya 1,5 meter, sehingga hamparan kebun justru mirip kebun teh. Hal itu diterapkan supaya daun, biji, dan bunga kelor mudah dipetik.

Untuk mengembangkan penelitian mengenai tanaman kelor, Dudi juga membangun Kampung Konservasi Kelor. Kampung ini menempati lahan seluas 1,5 hektar, terdiri dari pusat produksi makanan dan bahan pangan, kemudian ada puluhan rumah inap atau homestay untuk para peserta pelatihan kelor.

Selain itu ada pula rumah hijau yang berisi aneka tanaman sayuran unggul dalam konsep hidroponik, yang berkembang dari pemupukan organik kelor. Untuk kepentingan pengembangan kawasan konservasi ini, Dudi menanamkan investasi sekitar Rp 1 miliar sejak 2015. “Produk dari kelor ini sebagian untuk pasar ekspor, sebagian lagi dipasarkan dalam negeri,” ujar Dudi.

Share:

DODOL KELOR ATAU JENANG KELOR

DODOL KELOR/JENANG KELOR OLEH-OLEH DARI BLORA(SuaraBlora.site)

Blora, SUARA BLORA ~ Dodol adalah panganan manis dari Indonesia juga Malaysia. Proses pembuatan dodol bermutu tinggi memerlukan waktu yang lama dan membutuhkan keahlian khusus. Bahan utama membuat dodol adalah santan kelapa, tepung ketan, gula pasir, gula merah, dan garam. Bahan tambahan pada dodol menentukan rasa. Dodol dari durian disebut dodol durian, dodol dari sirsak disebut dodol sirsak, dodol dari nangka disebut dodol nangka, dodol dari jahe disebut dodol jahe.Dodol khas Garut disebut dodol Garut. Dodol khas Kandangan, Kalimantan Selatan disebut dodol Kandangan. Dodol durian juga disebut lempok. Bila hanya disebut dodol saja, maka dodol tersebut hanya dibuat dari tepung ketan, gula merah, dan santan.

Di Jawa Tengah dan Jawa Timur, dodol disebut jenang. Jenang lebih lembek daripada dodol, lebih basah berminyak, dan umumnya dijual dalam bentuk lempengan atau plastikan. Jenang diiris sesuai permintaan pembeli. Dodol lebih kering (kesat), dipotong dengan ukuran 2 cm×10 cm×3 cm.Pembungkus dodol berupa plastik atau kertas roti, dan dijual dalam jumlah besar di dalam kardus. Saat ini dodol mulai diminati konsumen dari negara lain, antara lain Belanda, Brunei Darussalam, Singapura, dan Malaysia.

Kini telah hadir jenis varian dodol baru yang khas dari kota Blora yaitu DODOL KELOR atau JENANG KELOR. Varian ini diolah dari bahan-bahan alami yang sangat bernutrisi dan penuh gizi.
Dalam tahap pembuatannya, bahan-bahan dicampur bersama dalam kuali yang besar dan dimasak dengan api sedang. Dodol yang dimasak tidak boleh dibiarkan tanpa pengawasan, karena jika dibiarkan begitu saja, maka dodol tersebut akan hangus pada bagian bawahnya dan akan membentuk kerak. Oleh sebab itu, dalam proses pembuatannya campuran dodol harus diaduk terus menerus untuk mendapatkan hasil yang baik. Waktu pemasakan dodol kurang lebih membutuhkan waktu 4 jam dan jika kurang dari itu, dodol yang dimasak akan kurang enak untuk dimakan. Setelah 2 jam, pada umumnya campuran dodol tersebut akan berubah warnanya menjadi cokelat pekat. Pada saat itu juga campuran dodol tersebut akan mendidih dan mengeluarkan gelembung-gelembung udara.

https://wa.me/6289505053503?text=Assalamuallaikum%2C%20Hallo%20saya%20ingin%20pesan%20dodol%2Fjenang%20kelor.....%20Kg
Dodol/Jenang Kelor The Royal

Untuk selanjutnya, dodol harus diaduk agar gelembung-gelembung udara yang terbentuk tidak meluap keluar dari kuali sampai saat dodol tersebut matang dan siap untuk diangkat. Yang terakhir, dodol tersebut harus didinginkan dalam periuk yang besar. Untuk mendapatkan hasil yang baik dan rasa yang sedap, dodol harus berwarna coklat tua, berkilat dan pekat. Setelah didinginkan, dodol tersebut bisa dipotong-potong dan dimakan. Dodol untuk dijual, dipotong-potong atau dibentuk dalam ukuran kecil sebelum dibungkus dengan kertas minyak atau plastik. Biasanya dodol dihidangkan kepada para tamu di hari-hari tertentu seperti hari-hari perayaan besar.



Share:

Kamis, 12 April 2018

Pabrik Briket di Blora Ludes Terbakar, Penyebab Kebakaran Diduga Karena Ini



Info Seputar Blora - Sebuah pabrik briket (arang) di kawasan Desa jagong Kecamatan Kunduran Blora terbakar, Rabu (11/04/18) malam kemarin.
Beruntung kejadian tersebut tidak memakan korban jiwa.
Ditaksir kerugian mencapai Rp 1 Miliar.

Unit Pemadam Kebakaran bersama anggota Polsek Kunduran Polres Blora dan warga setempat berusaha memadamkan kobaran api di pabrik briket tersebut.


Pemilik pabrik bernama Hasan (69) warga negara Libya yang sudah berdomsili di Desa Jagong Kecamatan Kunduran Nampak lemas tak berdaya melihat pabriknya dilalap si jago merah.
Kapolsek Kunduran Polres Blora AKP Untung Haryadi mengungkapkan, kebakaran ini diduga bermula dari pipa baja yang bocor.
“Setelah dilakukan penyelidikan tidak ada tindak pidana kejahatan murni. Diduga, penyebabnya adalah saluran pipa baja yang digunakan untuk oven briket bocor selanjutnya api langsung membakar briket tersebut,” ungkapnya,Kamis (12/04/18).
Berdasarkan kesaksian dua karyawan pabrik briket tersebut, Febri (30) dan Muji (46) karyawan pabrik, kebakaran terjadi mulai pukul 17.00 WIB sore.
“Sewaktu para pekerja hendak pulang salah satu pekerja melihat tempat oven terbakar lalu berteriak minta tolong sehingga pekerja tidak jadi pulang,” jelas Febri.
Selanjutnya, para pekerja berusaha memadamkan api dengan air yang ada dilokasi pabrik tersebut. Api yang telah membesar membuat para pekerja kewalahan.
“Sekitar pukul 17.30 WIB, lima unit mobil pemadam kebakaran dari Blora dan Grobogan datang ke lokasi dan segera berusaha memadamkan api. Pukul 20.00 WIB api berhasil dipadamkan,” pungkas Febri. (humas polres blora)

Share:

Minggu, 11 Februari 2018

Sub Denpom IV/3 -1 Blora Mengadakan Penertiban Anggota di Kodim 0721 Blora

Kabar Blora, Info seputar blora, info blora nes,



Info Blora News ~ Menindaklanjuti surat perintah dari Dandenpom IV/3 Salatiga tentang pelaksanaan kegiatan oprasi Penegakan dan Penetertiban (Gaktib) militer WASPADA WIRA KERIS 2018,  dipimpin oleh DanSubdenpom IV/3-1 Blora Kapten Cpm Suparno, beserta anggotanya mengadakan Gaktip di wilayah Blora.


Dalam rangka penegakan dan ketertiban berkendaraan dan administrasi, Sub Detasemen Polisi Militer (Subdenpom) IV/3 -1 Blora, bekerja sama dengan Staf intel kodim 0721/Blora di bantu Provos satuan setempat,  melaksanakan apel Operasi Gaktip,  yang dilaksanakan setelah kegiatan pengibaran bendera,  di lapangan makodim 0721/Blora. Senin 12 Februari 2018.
Kegiatan ini melibatkan seluruh anggota Militer maupun ASN jajaran  Kodim 0721/Blora beserta kendaraannya baik dinas maupun pribadi. Yang tercatat 122 personil baik  dari TNI dan ASN, dengan rincian untuk kendaraan roda empat, 5 unit kendaraan pribadi dan 5 unit kendaraan dinas. Untuk roda dua sebanyak 78 unit kendaraan dinas dan 44 unit kendaraan pribadi.
Dalam kesempatan itu Kapt. CPM. Suparno, kepada media mengungkapkan kegiatan ini dilaksankan dalm rangka melaksanakan tugas dan tanggung jawab di wilayahnya.” Kegiatan Gaktip Waspada wira Keris 2018, di gelar untuk mengurangi pelanggaran dalam tubuh militer kali ini khususnya anggota Kodim 0721/Blora”.
Senada dengan itu Dandin 0721/Blora Letkol Inf  Rizadly Syahrazzy Themba, S. Sos membenarkan adanya kegiatan penegakan dan penertiban di Kodim 0721/Blora. Dilaksanakan nya kegitan ini juga selain untuk menertibkan anggotanya juga untuk mencegah pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh anggotanya.
“ Setelah di laksanakannya kegiatan ini di simpulkan bahwa tidak ada pelanggaran di wilayah Kodim 0721/Blora, dengan hasil nihil pelanggaran, karena sudah sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku. Berharap kegiatan ini terus ditindak lanjuti khususnya di wilayah kodam IV/ Diponegoro agar pelanggaran- pelanggaran yang ada di tubuh Angkatan Darat dapat menurun di tahun ini” Tegasnya.
Share:

Jumat, 09 Februari 2018

BUPATI DJOKO NUGROHO BERIKAN PENGARAHAN P3MD

KABAR BLORA


Info Blora News ~ Bupati Blora Djoko Nugroho memberi pengarahan pada acara Pengarahan dan Pembinaan Kepada Tenaga Ahli Program Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (P3MD) yang diselenggarakan oleh Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa di Gedung Sasana Bhakti Blora, Selasa, (6/2/2018). Acara ini diikuti oleh seluruh Tenaga Ahli Program Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (P3MD) di Kabupaten Blora.
Dalam sambutannya, Bupati Blora mengapresiasi jajaran Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa yang telah memfasilitasi kegiatan ini. Pendampingan menjadi salah satu langkah penting yang harus dilakukan untuk percepatan pencapaian kemandirian dan kesejahteraan masyarakat.
Kemandirian dan kesejahteraan masyarakat dapat dicapai di antaranya melalui peningkatan pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran serta memanfaatkan sumber daya sesuai esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat desa.
Bupati Blora menyampaikan bahwa pembinaan dan pengendalian tenaga pendamping profesional di Kabupaten yang membidangi Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa bertugas dan berwenang untuk mengkoordinasikan pendamping profesional dengan stakeholder di wilayahnya termasuk melakukan pengawasan, pengendalian dan pembinaan diantaranya:

1. Melakukan evaluasi kinerja;
2. Melakukan supervisi kinerja lapangan;
3. Melakukan supervisi kinerja administrasi;
4. Melakukan rapat-rapat koordinasi dengan pendamping;
5. Melakukan pembinaan dan pengendalian;
6. Dapat membentuk tim pembina tingkat kabupaten terdiri dari OPD teknis dengan koordinator OPD yang membidangi pemberdayaan masyarakat.
Diharapkan dengan adanya pendampingan desa dapat meningkatkan kapasitas, efektifitas dan akuntabilitas Pemerintahan Desa dan Pembangunan Desa; meningkatkan prakarsa, kesadaran dan partisipasi masyarakat desa dalam pembangunan desa yang partisipatif; meningkatkan sinergi program pembangunan desa antar sektor; dan mengoptimalkan aset lokal desa secara emansipatoris.
"Saya harap dengan adanya pendampingan ini dapat membantu meningkatkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat Kabupaten Blora, serta dapat meratakan pertumbuhan ekonomi di seluruh daerah Kabupaten Blora," harapnya.
Diakhir sambutannya, Bupati Blora mengajak seluruh Tenaga Ahli Program Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (P3MD) untuk turut dalam mengawal jalannya Dana Desa agar tidak disalahgunakan.
"Tolong Dana Desa untuk dikawal untuk memanfaatkan dalam rangka memajukan Desa dan meningkatkan taraf hidup masyarakat setempat," ujarnya.
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten Blora, Gunadi, S.Sos, MM, menjelaskan bahwa dalam Rencana Pembanguna Jangka Menengah Tahun 2015-2019 dan Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2016 mengamanatkan bahwa percepatan pembangunan desa akan dilaksanakan melalui implementasi Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Sebagai tindak lanjut dari amanat tersebut, maka Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia menyediakan Tenaga Pendamping Profesional sesuai pasal 29 Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 menyatakan bahwa Tenaga Pendamping Profesional dimaksud dalam pasal 29 ayat 2 terdiri dari:
a) Tenaga Pendamping Lokal Desa yang bertugas di desa;
b) Tenaga pendamping desa yang bertugas di kecamatan;
c) Tenaga Pendamping Teknis dan Tenaga Pendamping Pemberdayaan (Tenaga Ahli) yang bertugas di Kabupaten.
Adapun di Wilayah Kabupaten Blora terdapat Tenaga Pendamping sejumlah 123 orang, yang terdiri dari:
1. Pendamping Desa Teknik (PDTI) sebanyak 16 orang;
2. Pendamping Pemberdayaan (PDP) berjumlah 32 orang;
3. Pendamping Lokal Desa (PLD) sebanyak 67 orang;
4. Tenaga Ahli (TA) ada 6 orang; dan
5. Operator Komputer (Opkom) berjumlah 2 orang.
Adapun tugas Pendamping Desa antara lain:
a) Mendampingi desa dalam perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan terhadap pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat desa;
b) Mendampingi desa dalam melaksanakan pengelolaan pelayanan sosial dasar, pengembangan usaha ekonomi desa, pendayagunaan sumber daya alam dan teknologi tepat guna, pembangunan sarana dan prasarana desa dan pemberdayaan masyarakat desa;
c) Melakukan peningkatan kapasitas bagi pemerintahan desa, lembaga kemasyarakatan desa dalam hal pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa;
d) Melakukan pengorganisasian di dalam kelompok-kelompok masyarakat desa;
e) Melakukan peningkatan kapasitas bagi kader pemberdayaan masyarakat desa dan mendorong terciptanya kader-kader pembangunan desa yang baru;
f) Mendampingi desa dalam pembangunan kawasan perdesaan secara partisipatif;
g) Melakukan koordinasi pendampingan di tingkat kecamatan dan memfasilitasi laporan pelaksanan pendampingan oleh Camat kepada Pemerintah Kabupaten/Kota.
Share:

Senin, 05 Februari 2018

Keragu-raguan Dalam Rekruitmen Perangkat Desa di Kabupaten Blora



Info Blora News ~ Entah dengan perspektif apa yang paling kompatible dan komperhensif untuk memahami penghentian proses penjaringan dan penyaringan perangkat desa di Blora. Suatu ketika proses rekruitmen akan dihentikan karena alasan kerawanan sosial karena berhimpitan dengan pelaksanaan pilkada serentak.
Kemudian penghentian dipastikan karena tiga alasan,yaitu belum siapnya regulasi, pembiayaan dan tim pelaksana. Ini menunjukkan adanya kegamangan pelaksanaan rekruitmen oleh berbagai tingkat tim pelaksananya  dan pastinya akan berimbas pada kegamangan terutama oleh warga masyarakat yang berkepentingan terhadap kegiatan tersebut.
Dikhawatirkan akan muncul persepsi negatif bahkan ketidakpercayaan pada kredibilitas seluruh proses dan pelaksana rekruitmen. Menilik dasar penghentian proses rekruitmen,  sesungguhnya alasan karena kekhawatiran pada dampak pilkada sebenarnya lebih kuat dan sedikit implikasinya. Kekhawatiran akan muncul kerawanan sosial dan resistensi pra dan pasca pilkada dapat menjadi sebuah alasan yang bersifat force majeure.
Penilaian peristiwa sosial yang dapat dikategorikan force majeure secara subyektif memang dapat ditentukan oleh Pemerintah Daerah. Berbeda jika penghentian karena alasan ketidak siapan regulasi, pembiayaan dan tim pelaksana maka ketiganya dapat diukur secara obyektif dan implikasinya dapat merepotkan pemerintah daerah sendiri. Misalnya, bagaimana mungkin sebuah kebijakan yang telah dilaksanakan dan telah menimbulkan partisipasi dan mobilisasi warga masyarakat tiba-tiba dihentikan begitu saja?
Masyarakat yang sudah terlanjur mengeluarkan biaya dan tenaga tentu dapat dirugikan jika misalnya ada syarat-syarat pendaftaran yang telah diurus tetapi akhirnya nanti syarat tersebut sudah tidak berlaku lagi akibat kadaluwarsa. Bahkan bisa jadi, gagal mendaftar karna penghentian prosesnya berakibat bertambahnya usia sehingga tidak memenuhi persyaratan pendaftaran.
Secara hukum mereka yang merasa dirugikan akibat penghentian tersebut dapat melaksanakan gugatan class action ke PTUN, tetapi semoga tidak terjadi. Selain itu sebaiknya Pemerintah juga terbuka misalnya regulasi mana yang belum sesuai sehingga harus diperbaiki. Implikasi pembatalan karena alasan regulasi maka pemerintah juga harus menunjukkan regulasi yang belum sesuai dan akan diubah dan tentu saja regulasi hasil perubahannya harus disampaikan pada publik.
Apapun, penghentian proses penjaringan dan penyaringan perangkat desa di tengah jalan menunjukkan sisi planing, organising dan actuating dari pemerintah daerah masih banyak kelemahan dan harus disempurnakan. Agar perasaan kegamangan dan kekhawatiran tidak terlontar seperti yang diungkapkan salah seorang calon peserta penjaringan dan penyaringan perangkat desa seperti di bawah ini tidak terjadi.
Hariyanto salah satu warga yang berdomisili di Kecamatan Jepon Kabupaten Blora mengetahui informasi surat edaran Pemerintah Kabupaten Blora (Sekretaris Daerah) nomor : 141.3/0322 tentang perihal : Penghentian tahapan seleksi calon perangkat desa tahun 2018, ia memberikan tanggapan kekecewaannya terkait kabar tersebut.
“Sebagai warga blora yang ingin mendaftarkan diri sebagai calon peserta perangkat desa, terus terang kami kecewa. Kami ingin tes perangkat desa secepatnya diadakan tes untuk mengisi kekosongan perangkat desa yang ada di Blora.
Untuk persiapan kami sebenarnya sudah lama, mulai dari belajar, membekali diri mengikuti kursus komputer, dan melengkapi persyaratan – persyaratan lain yang diperlukan seperti halnya tes narkoba.
Dengan adanya kabar surat edaran penghentian tahapan seleksi perangkat desa ini terus terang kami kecewa. Karena seperti halnya masa berlaku surat keterangan tes Narkoba cuman 1 bulan. Walaupun secara nominal tidak seberapa sebaiknya ini segera ditindaklanjuti dengan kebijakan yang ada dan dengan alasan yang benar-benar jelas dan pas.
Menurut kami dengan alasan penghentian dikarenakan adanya pilgub itu kurang pas, karena waktunya Pilgub juga masih lama. Dan persiapan kepanitiaan yang ada di desa se – Kabupaten Blora juga sedikit terganggu dan khususnya warga yang telah mendaftarkan diri menjadi resah dengan kebijakan surat edaran yang dikeluarkankan pemerintah” keluhnya.
Share:
SUARA BLORA MENYAJIKAN INFORMASI BERITA PERISTIWA SEPUTAR WILAYAH KOTA BLORA DAN SEKITARNYA

Sponsor